Bisnis “resminya” sendiri
dimulai pada 10 Maret 1982, yakni ketika ia bersama teman-temannya mendirikan
Lembaga Bimbingan Test Primagama (kemudian menjadi bimbingan belajar). Waktu
mendirikan bisnisnya tersebut Purdi masih tercatat sebagai mahasiswa di 4 fakultas
dari 2 Perguruan Tinggi Negeri di Yogyakarta. Namun karena merasa “tidak
mendapat apa-apa” ia nekad meninggalkan dunia pendidikan untuk menggeluti dunia
bisnis.
Dengan “jatuh bangun”
Purdi menjalankan Primagama. Dari semula hanya 1 outlet dengan hanya 2 murid,
Primagama sedikit demi sedikit berkembang. Kini murid Primagama sudah menjadi
lebih dari 100 ribu orang per-tahun, dengan ratusan outlet di ratusan kota di
Indonesia. Karena perkembangan itu Primagama ahirnya dikukuhkan sebagai
Bimbingan Belajar Terbesar di Indonesia oleh MURI (Museum Rekor Indonesia).
Mengenai bisnisnya, Purdi mengaku banyak belajar dari ibunya.
Sementara untuk masalah
kepemimpinan dan organisasi, sang ayahlah yang lebih banyak memberi bimbingan
dan arahan. Bekal dari kedua orang tua Purdi tersebut semakin lengkap dengan
dukungan penuh sang Istri Triningsih Kusuma Astuti dan kedua putranya Fesha
maupun Zidan. Pada awal-awal berdirinya Primagama, Purdi selalu ditemani sang
istri untuk berkeliling kota di seluruh Indonesia membuka cabang-cabang
Primagama. Dan atas bantuan istrinya pula usaha tersebut makin berkembang.
Kini Primagama sudah
menjadi Holding Company yang membawahi lebih dari 20 anak perusahaan yang
bergerak di berbagai bidang seperti: Pendidikan Formal, Pendidikan Non-Formal,
Telekomunikasi, Biro Perjalanan, Rumah Makan, Supermarket, Asuransi, Meubelair,
Lapangan Golf dan lain sebagainya.
Walaupun kesibukannya
sebagai entrepreneur sangat tinggi, namun jiwa organisatoris Purdi tetap
disalurkan di berbagai organisasi. Tercatat Purdi pernah menjabat sebagai Ketua
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) cabang Yogyakarta dan pengurus Kamar
Dagang dan Industri Daerah (Kadinda) DIY. Selain itu Purdi pernah juga tercatat
sebagai anggota MPR RI Utusan Daerah DIY. (sumber : www.purdiechandra.com)
Untuk jadi seorang
entrepreneur sejati, tidak perlu IP tinggi, ijazah, apalagi modal uang. “Saat
yang tepat itu justru saat kita tidak punya apa-apa. Pakai ilmu street smart
saja,” ungkap Purdi E Chandra, Dirut Yayasan Primagama.
Menurutnya, kemampuan otak
kanan yang kreatif dan inovatif saja sudah memadai. Banyak orang ragu berbisnis
cuma gara-gara terlalu pintar. Sebaliknya, orang yang oleh guru-guru formal
dianggap bodoh karena nilainya jelek, justru melejit jadi wirausahawan sukses.
“Masalahnya jika orang
terlalu tahu risikonya, terlalu banyak berhitung, dia malah tidak akan berani
buka usaha,” tambah ‘konglomerat bimbingan tes’ itu. Purdi yang lahir di
Lampung 9 September 1959 memang jadi model wirausaha jalanan, plus modal nekad.
la tinggalkan kuliahnya di empat fakultas di UGM dan IKIP Yogyakarta. Lalu
dengan modal Rp.300 ribu ia dirikan lembaga bimbingan tes Primagama 10 Maret
1982 di Yogyakarta. Sebuah peluang bisnis potensial yang kala itu tidak banyak
dilirik orang. la sukses membuat Primagama beromset hampir 70 milyar per tahun,
dengan 200 outlet di lebih dari 106 kota. la dirikan IMKI, Restoran Sari Reja,
Promarket, AMIKOM, Entrepreneur University, dan terakhir Sekolah Tinggi
Psikologi di Yogyakarta.
Grup Primagama pun
merambah bidang radio,penerbitan, jasa wisata, ritel, dll. Semua diawalkan dari
keberanian mengambil risiko. Kini Purdi lebih banyak lagi ‘berdakwah’ tentang
entrepreneurship. Bagi Purdi, entrepreneur sukses pastilah bisa menciptakan
banyak lapangan kerja. Namun, itu saja tidak cukup berarti bagi bangsa ini.
“Saya memimpikan bisa melahirkan banyak lagi pengusaha-pengusaha. Dengan
demikian, makin banyak pula lapangan kerja diciptakan. Itulah Mega
Entrepreneur,” ungkap Purdi kepada Edy Zaqeus dan David S. Simatupang dari
Majalah BERWIRAUSAHA.
Purdie mengatakan pada
hakikatnya setiap insan memiliki dua jenis penglihatan: penglihatan mata dan
penglihatan pikiran. Penglihatan mata adalah apa yang kita lihat ada secara
fisik di sekeliling kita, misalnya: mobil, gunung, pulpen atau teman-teman
kita. Sebaliknya, penglihatan pikiran adalah sebuah kekuatan untuk melihat
bukan apa yang ada secara fisik, tetapi apa yang bisa ada setelah intelegensia
manusia diterapkan. Penglihatan pikiran adalah kekuatan untuk bermimpi.
Dr. David Schwartch, dalam
The Magic of Thinking Success, yakin bahwa perasaan kita yang paling tak
ternilai harganya adalah penglihatan pikiran. Penglihatan tersebut membentuk
gambaran masa depan yang kita harapkan, rumah yang kita idamkan, hubungan
keluarga yang kita dambakan, liburan yang akan kita ambil, atau penghasilan
yang akan kita nikmati kelak
Dari Cerita sukses Purdi E
Chandra, bisa di kita petik sebuah pembelajaran bahwa, orang sukses memulai
bisnis dari potensi yang ada di sekitar mereka, bahkan mereka cendrung memulai
bisnis tanpa modal.
(sumber :
www.purdiechandra.com)
No comments:
Post a Comment