Sandi semula adalah pekerja kantoran. Setelah lulus
dari The Wichita State University, Amerika Serikat, pada 1990, Sandi mendapat
kepercayaan dari perintis Grup Astra William Soeryadjaja untuk bergabung ke
Bank Summa. Itulah awal Sandi terus bekerja sama dengan keluarga taipan
tersebut. ”Guru saya adalah Om William” tutur pria kelahiran 28 Juni 1969 itu.
”Saya masih ingat,
sewaktu sering berdiskusi lama dengan Om William, bisa berjam-jam. Jiwa
wirausahanya sangat tangguh,” kenangnya lagi. William tanpa pelit membagikan
ilmu bisnisnya kepada Sandi. Dia benar-benar mengingatnya karena itulah titik
awal dia mengetahui kerasnya dunia bisnis.
Sandi melanjutkan
kuliahnya di George Washington University, Washington. Saat itulah, fase-fase
sulit harus dia hadapi. Bank Summa ditutup. Sandi yang merasa berutang budi
ikut membantu penyelesaian masalah di Bank Summa.
Sandi kemudian sempat
bekerja di sebuah perusahaan migas di Kanada. Dia juga bekerja di perusahaan
investasi di Singapura. ”Saya memang ingin fokus di bidang yang saya tekuni
semasa kuliah, yaitu pengelolaan investasi,” tuturnya.
Mapan sejenak, Sandi
kembali terhempas. Perusahaan tempat dia bekerja tutup. Mau tidak mau, dia
kembali ke Indonesia. ”Saya berangkat dari nol. Bahkan, kembali dari luar
negeri, saya mesti numpang orangtua,” katanya.Sandi mengakui, dirinya semula
kaget dengan perubahan kehidupannya. ”Biasanya saya dapat gaji setiap bulan,
tapi sekarang berpikir bagaimana bisa bertahan,” tutur pria kelahiran Rumbai
itu.
Dia kemudian menggandeng
rekan sekolah semasa SMA, Rosan Roeslani, mendirikan PT Recapital Advisors.
Pertautan akrabnya dengan keluarga Soeryadjaja membawa Sandi mendirikan
perusahaan investasi PT Saratoga Investama Sedaya bersama anak William, Edwin
Soeryadjaja. Saratoga punya saham besar di PT Adaro Energy Tbk, perusahaan batu
bara terbesar kedua di Indonesia yang punya cadangan 928 juta ton batu bara.
Bisa dibilang, krisis
membawa berkah bagi Sandi. ”Saya selalu yakin, setiap masalah pasti ada
solusinya,” katanya. Sandi mampu memanfaatkan momentum krisis untuk mengepakkan
sayap bisnis. Mereka meyakinkan investor-investor mancanegara agar mau
menyuntikkan dana ke tanah air. ”Itu yang paling sulit, bagaimana meyakinkan
bahwa Indonesia masih punya prospek.”
Mereka membeli
perusahaan-perusahaan yang sudah di ujung tanduk itu dan berada dalam perawatan
BPPN -lantas berganti PPA-. Kemudian, mereka menjual perusahaan itu kembali
ketika sudah stabil dan menghasilkan keuntungan. Sandi terlibat dalam banyak
pembelian maupun refinancing perusahaan-perusahaan. Misalnya, mengakuisisi
Adaro, BTPN, hingga Hotel Grand Kemang. Dari situlah, kepakan sayap bisnis
Sandi melebar hingga kini.
Dorong
UMKM
Di bidang
keorganisasian, Sandi pernah menjabat Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan
Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) periode 2005-2008. Selama masa
kepemimpinannya, jumlah pengusaha yang tergabung di Hipmi meningkat dari 25.000
orang menjadi 35.000 orang.
Di mata koleganya, Sandi
merupakan sosok inspirator bagi pengusaha muda. Ketua Umum BPP Hipmi 2008-2011
Erwin Aksa menuturkan, Sandi gigih menanamkan prinsip bahwa pengusaha harus
punya mimpi dan bekerja sepenuh hati.
Sandi juga sibuk sebagai
Ketua Komite Tetap Bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Kamar Dagang dan
Industri Indonesia. Ia mempunyai obsesi meningkatkan jumlah pengusaha Indonesia
dari 0,18 persen menjadi 5 persen dari total penduduk pada 2025.
Menurut ia, ada tiga
masalah besar yang dihadapi pelaku UMKM saat ini, yaitu kualitas sumber daya
manusia (SDM), akses pasar, dan pendanaan. Keprihatinan terbesarnya adalah
nasib pengusaha kaki lima yang sering mengalami penggusuran hingga sulit
meningkatkan kualitas SDM.
UMKM selama ini
dibiarkan tumbuh sendiri oleh pemerintah tanpa kebijakan yang berpihak. Namun,
sektor itu mampu bertahan pada saat krisis dan mampu menopang perekonomian
negara. Belakangan, sektor UMKM menjadi pilar penciptaan lapangan kerja dengan
kemampuan menyerap karyawan rata-rata 5-10 orang per unit usaha.
”Kebijakan yang
diperlukan adalah memberi ruang bagi UMKM. Upaya menolong mereka bukan dengan
menggusur, melainkan membuat pasar baru untuk berusaha dan membuka akses
pasar,” kata Sandi.
Meski senang
berkecimpung dalam organisasi, ia mengaku belum tertarik untuk menduduki
jabatan politik. Sandi menolak anggapan bahwa kesuksesannya saat ini merupakan
jalan meretas karier politik.
”Yang diperlukan bangsa
saat ini adalah pengusaha,” tegasnya.
No comments:
Post a Comment